Semakin engkau mematuhi pernyataan dari realitas dominan, semakin pula kau memerintah sebagai subjek di bawah realitas mental, pada akhirnya kau akan mematuhi dirimu sendiri …. Sebuah bentuk perbudakan telah berhasil ditemukan, yaitu menjadi budak.
Coba bayangkan bahwa yang kau pikirkan, lakukan dan ucapkan hari ini bukanlah atas kehendakmu namun dengan tanpa mau mempertanyakan hal itu, kau terus melakukannya, menjadi rutinitas yang biasa dan kemudian kau pun mendefinisikan hal tersebut sebagai kebiasaan, yang paling menyedihkan kau pun kemudian menyimpulkan bahwa itulah dirimu;
Bangun pada pukul 7 pagi, mandi dan kemudian berangkat kerja, pukul 12 siang istirahat makan, setelah itu kembali mengetik laporan, pukul 4 sore pulang ke rumah, nonton film kemudian tidur, dan pada esok hari kau akan melakukan rutinitas yang sama. Kemudian dengan datar kau akan berkata; yah… inilah hidupku.
Yang luar biasa adalah hari ini membuatmu berpikir bahwa inilah kenyataan dan secara sadar, mau tidak mau kau harus ikut di dalamnya. Namun bagaimana mungkin ini terjadi padahal sebenarnya kau pun tidak berpikir dan tidak dalam keadaan sadar? Dalam masyarakat spectacle kau adalah tontonan sekaligus penonton di mana kau adalah hasil definisi pencitraan yang pada akhirnya menjadikanmu dalam keadaan yang tidak berpikir dan memungkinkanmu berada dalam kondisi tidak sadar. Di mana Guy Debord menyatakan “imaji yang terpisah dari setiap aspek kehidupan bergabung ke dalam sebuah arus yang umum di mana di dalamnya kesatuan dari kehidupan itu tak dapat lagi ditemukan. Imaji-imaji yang terpisah dari kenyataan menyusun kembali diri mereka ke dalam kesatuan baru sebagai sebuah ‘dunia palsu’ yang terpisah yang hanya dapat disaksikan. Spesialisasi dari imaji dunia, berkembang menjadi sebuah dunia dari imaji kebebasan di mana bahkan para penipu pun ditipu”. Kenyataan hari ini adalah sebuah ilusi yang sengaja diciptakan untuk tetap membuatmu meyakini bahwa inilah kenyataan yang seharusnya maka kau pun akan merasa nyaman dengan hari ini, bahkan ketika melihat penggusuran, pembunuhan, dan represifitas oleh Negara dan kapitalisme adalah sesuatu yang wajar bagimu dan bukanlah sebuah masalah bagi eksistensimu, maka sampailah kau pada tahapan nekrofilik, yang memiliki kepribadian seperti mayat. Dalam kehidupan harianmu, kau sebenarnya melakoni dua peran yaitu pekerja dan konsumen, hal yang juga tengah kau tonton.
Kondisi hari ini adalah sesuatu yang dikonstruksikan dan dipaksakan agar kau bisa lebih efektif dan efisien bagi sistem kapitalisme dan tetap eksis sebagai sesuatu yang terkontrol oleh Negara dalam menjalankan kekuasaan dan dominasinya. Hal ini seperti yang di definisikan Stirner tentang cara baru beroperasinya kekuasaan Negara dengan melakukan proses subjektifikasi, di mana kekuasaan berfungsi tidak dengan merepresi manusia, namun mengkonstruksikanya sebagai subjek politik kemudian menguasainya. Dalam hal ini, baik pasar maupun Negara menggiring manusia kedalam suatu identitas tertentu sehingga dapat dengan mudah melayani kekuasaan. Esensi manusia sebagai produsen (ide dan materi) di terjemahkan menjadi komoditas. Sebuah proses subjekfikasi dalam rangka objekfikasi. Secara langsung kau menjadi subordinat dari definisi hari ini tentang manusia yaitu: pekerja.
Kerja dan pekerjaan adalah identitas manusia hari ini yang akhirnya menjadi tolak ukur manusia untuk diperhitungkan sebagai manusia atau tidak. Dalam masyarakat industri, partisipasi manusia dalam kerja kemudian dianggap sebagai status sosial yang sakral dan tak terbantahkan. Ketika manusia melakoni peran pekerja dimana seluruh aktivitas hariannya dijalankan demi berputarnya roda industri, secara langsung manusia pun menjadi komoditas yang tak terlepas dari hubungan produksi, distribusi dan pemasaran. Relasi antara manusia pun dibatasi pada hubungan kerja dan profit, dimana hal ini mendorong manusia pada keterasingan yang dalam sehingga alienasi adalah hal yang tak bisa dihindari dari logika kehidupan masyarakat industri hari ini. Suatu kondisi yang secara nyata menempatkan manusia ke dalam sebuah totalitas pasar di mana kehidupan harian di luar jam kerja pun menjadi bagian dari kerja itu sendiri, hal yang kemudian di sebut sebagai manukfakturisasi kehidupan harian. Kerja selama ini bukan berarti pemenuhan terhadap kebutuhan individu (baik hasrat dan kebutuhan nyata – primer). Kerja adalah adalah semata-mata aktivitas produksi. Seperti yang di katakan Bob Black, Kerja merupakan produksi yang didorong oleh tujuan-tujuan ekonomi ataupun politik. Kerja tidak pernah dilakukan demi kerja itu sendiri (dengan kata lain demi kesenangan saat melakukannya), tetapi demi produk yang dihasilkannya ataupun hasil berupa gaji yang diperoleh oleh si pekerja atau laba bagi si pemilik modal. Demikianlah bahwa kerja memproduksi sebuah mekanisasi kehidupan yang monoton.
Menanggapi hal diatas, kemudian kau akan berkata: “setiap orang harus kerja untuk memenuhi kebutuhan hariannya, dan aku tidak selamanya bekerja, aku masih bisa menggunakan waktu luang setelah selesai kerja untuk jalan-jalan dan santai, atau menggunakan liburan untuk kembali refreshing dan bergaul dengan dunia luar” betapa hal ini semakin membuatku ingin menertawakanmu! Saat kau sampai pada kesimpulan bahwa dengan bekerja, maka lengkaplah eksistensimu sebagai manusia, maka dengan demikian pula kau semakin menenggelamkan diri pada hasrat untuk melayani pasar dan Negara. Mari kita lihat, kau harus tetap masuk kantor setiap hari, dalam hal ini kau harus selalu mengerjakan apa yang diwajibkan bagimu sebagai pekerja, dan sebenarnya bukan demi gaji, tapi demi kelangsungan sebuah usaha pemupukan kapital, gaji bagi mereka adalah salah satu alat yang menempatkamu dalam sebuah mata rantai yang akan kembali menghubungkan hidupmu dengan mereka, bukankah gaji akan kembali kau berikan untuk mereka lewat berbelanja di supermarket-supermarket dan mall-mall mereka? Toh, hasrat untuk bersenang-senang adalah kesenangan untuk mengkonsumsi, pada tahap ini konsumerisme menjadi kesenangan baru bagimu. Masyarakat konsumtif yang teralienasi di bawah tirani pasar, terjebak dalam sebuah dialektika internal dari konsumsi itu sendiri. Sehingga kebebasan di sini adalah kebebasan dalam memilih produk-produk dan bukan pada kebebasan untuk mengkonsumsi atau tidak. Kemudian sebagai “warga Negara yang baik” kau pun harus membayar pajak kepada Negara. Demikianlah, Negara dan pasar lewat pengontrolan hasrat, menjadikanmu budak atas dirimu sendiri.
Dunia kerja yang memandangmu sebagai komoditas sudah seharusnya merawatmu seperti mesin traktor yang tiap enam bulan sekali harus “turun mesin”. Demikian juga kau, dengan liburan dan industri hiburan, pasar membuatmu merasa betah dari kebosanan dunia kerja, yang merupakan bahaya bagi mekanisme produksi jika komoditas dalam hal ini pekerjanya tidak maksimal dalam kerja. Dengan harapan akan segar kembali setelah bersantai, pasar membuatmu tetap menjadi moda produksi yang produktif bagi mereka. Maka, jelaslah bahwa liburan dan yang kau bicarakan tentang waktu luang, adalah mekanisme kerja itu sendiri!
Sebenarnya sejak kapan ini terjadi? Itu hal yang kemudian akan kau tanyakan. Sejak saat kau masih embrio dan ibumu melakukan tes ke dokter, kau telah diidentifikasi sebagai pekerja dan konsumen, bukan sebagai manusia tapi sebagai calon robot yang akan melanggengkan sistem kapital dan Negara. Karena jauh sebelum kau lahir, kau menjadi salah satu hitungan bagi kedua orang tuamu untuk dapat menghasilkan uang lebih. Secara kasar dalam masyarakat industri kau dianggap “beban” oleh orang tuamu, dengan demikian, kaupun dianggap investasi masa depan oleh orang tuamu. Tahap selanjutnya adalah sekolah, kau mulai dicekoki dengan cita-cita dan harapan akan masa depan yang lebih baik sehingga pendidikan adalah alat untuk mencapai cita-citamu. Lalu sebagai bahan baku, sistem pendidikan mendesainmu untuk menjadi bahan jadi yang siap pakai oleh industri. Tidak sampai di situ, sistem sosial hari ini memaksamu masuk dalam sebuah drama besar, dan kau pun menjadi salah satu aktor pemain di dalamnya, sayangnya kau tidak pernah akan menjadi aktor utama karena memang tidak ada aktor utama, semua adalah peran pembantu bagi kapitalisme dan Negara. Dan kau pun menemukan dirimu yang sekarang.
Kerja hari ini adalah tentang sebuah proses produksi serta peraupan profit dan pemupukan kapital. Kerja bukanlah sebuah hubungan mutualisme antara pekerja dan pemilik modal, sejak kerja menjadi sebuah kewajiban yang tentu saja “tidak menyenangkan”, dimana dalam hal ini, pekerja harus dibebankan dengan kuota produksi dan efisiensi waktu, sementara para “bos” yang tidak turut campur dalam usaha produksi, memiliki kesempatan yang lebih dari pada para pekerja. Para bos atau atasan (apapun sebutannya, baik direktur ataupun kepala dinas) tidak lebih dari sekedar parasit patologis yang sebanarnya juga bekerja yaitu: menghisap para pekerja dan melayani sistem. Belum lagi jika dilihat dalam analisis Marx tentang surplus value, yang secara nyata menguntungkan pihak pemilik pemodal dan disisi lain merugikan pekerja. Dalam situasi yang paling ekstrim, kerja adalah sebuah bentuk perbudakan, yang di dalamnya terdapat pemerasan dan kekerasan. Sebuah kedisiplinan yang tercipta dari dunia kerja hari ini adalah wujud paling modern dari kontrol, di mana pekerja dikendalikan lewat tata tertib dan etika kerja yang bukan dibuat oleh kesepakatan bersama para pekerja namun oleh direktur dan staf ahli. Etos kerja menjadi sebuah injil suci yang harus dipegang oleh seluruh pekerja, yang pada kenyataanya hanyalah sebuah kebohongan manipulatif dari para bos tengik.
Penghapusan dunia kerja yang ditawarkan Bob Black pasti akan sangat mengganjal di kepala kita semua, ketika sampai saat ini kita masih percaya bahwa kerja dan pekerjaan dalam masyarakat industri hari ini adalah penting. Di mana dunia kerja merupakan motor penggerak perputaran ekonomi dan produksi yang diperlukan bagi keberlanjutan kehidupan umat manusia. Bagi kaum kiri (dan sebagian anarkis dalam label tertentu), penghapusan dunia kerja akan berdampak sangat buruk, mengapa tidak, ketika kerja dihapuskan maka runtuhlah ekonomi yang merupakan landasan suprastruktur dan tidak ada lagi pekerja yang akan mereka organisir.
Penghapusan dunia kerja seperti yang di tawarkan oleh Bob Black dalam hal ini adalah sebuah redefinisi dari kerja hari ini, di mana kerja haruslah sebuah aktivitas yang penuh kesenangan yang di dalamnya kreatifitas dan karya seseorang dilakukan secara bebas dan penuh kegembiraan layaknya seorang anak yang sementara bermain dengan sunguh-sunguh. Di mana aktivitas produksi yang dilakukan adalah semata-semata demi kebutuhan individu dan kelompok bukan demi sebuah kelangsungan eksistensi pasar, dengan relasi yang bebas antara sesama individu yang terlibat dalamnya. Namun juga penting untuk diingiat, bahwa sangat jauh perbedaannya antara bermain dan permaianan. Permainan adalah sebuah hasil dari manipulasi dan fantasi, dimana kita menempatkan diri pada kondisi yang kita inginkan, walaupun demikian, permainan dalam hal ini memiliki sebuah kecenderungan yang dapat menjerat kita ke dalam totalitas semu. Dalam permainan yang paling mengasikan dan menggembirakan pun, anak-anak sering menangis saat permainan menjadi sangat “berbalik” dimana kondisi fantasi dan manipulasi akhirnya menyeret kita kedalam sebuah realitas yang sangat tidak menyenangkan dan membosankan ketika, “sunguh-sunguh” menjadi semacam simultan yang menenggelamkan kita dalam sebuah totalitas fantasi yang menyebabkan kita tidak dalam keadaan “bebas”. Kreatifitas dan karya adalah sesuatu yang dituntut dalam permainan, apakah itu bukan aturan? Juga seperti yang dikatakan John von Neumann dan Oskar Morgenstern dalam Theory of Games and Economic Behavior (1953), “Permainan terdiri atas sekumpulan peraturan yang membangun situasi bersaing dari dua sampai beberapa orang atau kelompok dengan memilih strategi yang di bangun untuk memaksimalkan kemenangan sendiri atau pun untuk meminimalkan kemenangan lawan. Peraturan-peraturan menentukan kemungkinan tindakan untuk setiap pemain, sejumlah keterangan diterima setiap pemain sebagai kemajuan bermain, dan sejumlah kemenangan atau kekalahan dalam berbagai situasi”. Dapat dikatakan bahwa permainan dapat menimbulkan persaingan, baik dengan individu ataupun dengan permainan itu sendiri. Sementara bermain adalah sebuah aktivitas yang bersenang-senang yang dilakukan secara sukarela tanpa terpaku pada hasil dan tanpa harus mengkondisikan sebuah situasi atau kondisi. Dimana bermain dapat dilakukan meskipun tanpa sebuah permainan. Hal ini penting untuk melawan propaganda pasar yang sekali lagi mendustai pekerja, bahwa pekerjaan haruslah dilakukan seperti sebuah permainan, yang kemudian hanya menghasilkan sebuah persaingan jenjang karir dan omset.
Menjadi tuan atas diri sendiri adalah langkah awal yang penting dalam upaya keluar dari belenggu sistem kerja, dengan menjadi tuan atas diri sendiri, kita bisa bebas berekspresi tanpa terbatas dalam karya dan kreativitas. Bukankah Manusia yang berkarya dan berkreasi adalah juga devinisi manusia hari ini yang diberikan pasar dan Negara? yang seharusnya dihancurkan sampai kedasar-dasarnya. Menjadi tuan atas diri sendiri berarti pula melihat manusia yang lain dengan hal yang sama, menjadi tuan tanpa budak. ini kemudian akan dengan sendirinya menciptakan sebuah asosiasi bebas dengan individu yang lain. Karena cukup penting untuk menyadari bahwa eksploitasi tidak hanya terjadi dalam produksi kekayaan, tapi juga pada reproduksi hubungan sosial. Dengan begitu aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan setiap individu dan ekspresi diri dapat dilakukan secara gembira dan bersenang-senang. Dan akhirnya, kita bisa bermain dengan lepas dan bebas sekaligus waspada. (dalam hal ini, saya menyadari bahwa insureksi adalah sebuah proses terus menerus, sehingga insureksi harian harus terus dilakukan).
Bagaimana dilakukan? Kau bertanya. Hancurkan apa yang menghancurkanmu, dengan pertama-tama, menghancurkan identitas dan meredefinisikan diri! Sebuah proses meruntuhkan konstruksi sosial terhadap individu. Membenturkan realitas dominan dengan kesadaran, menegasikan kenyataan sosial dengan membebaskan imajanasi. Dunia kerja saat ini telah menempatkan para pekerja sebagai subjek dalam sebuah subjected group, di mana menurut Guattari, individu berada dalam kondisi tidak bebas (tidak otonom) karena mengalami ketergantungan dengan kelompok lain (para bos) yang menyebabkan sebuah hierarki dan kontrol terhadap hasrat dan imajinasi. Saatnya para pekerja untuk keluar dari social nature of unconscious dengan merebut totalitas dan keluar dari norma-norma dominan yang berlaku, dengan tidak melihat secara biner bahwa perbedaan ada pada benar dan salah. Karena kebenaran dan kesalahan adalah sebuah komoditi. Seperti menurut Guy Debord, bahwa di dunia yang sungguh-sungguh terbalik, kebenaran adalah momen kepalsuan. Menjadi tuan atas diri sendiri adalah tentang menjadi subjek otonom yang tidak berusaha menciptakan sebuah permainan namun sebuah arena bebas yang menyenangkan di mana semua orang bebas berpartisipasi dan berekspresi tanpa perlu bersungguh-sungguh kalau ia mau. Sebuah artikulasi pemberontakan imajinasi yang menghasilkan hasrat insureksi.
Langkah selanjutnya, adalah menghancurkan Negara dan pasar serta instrumen-instrumennya sekaligus, sebagai penulis kamus besar yang berisi definisi-definisi dominan hari ini. Sebagai sutradara sekaligus aktor utama sebuah sinetron yang norak, di mana kita dipaksa menjadi aktor-aktor pembantu, melakonkan script yang pada akhirnya membuat kita tak mengenali diri kita sendiri. Sebagai perancang permainan yang membosankan di mana setiap orang dipaksa bermain dengan harus mematuhi segala macam aturan memuakkan demi sebuah “gol” yang membawa kemenangan semu. Bagaimana melakukannya? Kau kembali bertanya… Pertama-tama, ayo berhenti bekerja!
Aku pikir bahwa yang dimaksudkan Mario Tronti dengan “tujuan dari setiap proletariat adalah untuk tidak lagi menjadi proletariat”, bukan berarti bahwa cita-cita proletariat adalah untuk menjadi seorang borjuis tapi adalah untuk tidak bekerja.
*
Ditulis oleh Terrik Matahari